6 Des 2015

RENCANA PENULISAN KARYA ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sangat penting Peranan Bahasa Indonesia di dalam dunia Pendidikan dan dunia sehari­hari kita. Mengingat hal yang terjadi pada zaman sekarang banyak bagi mereka yang seolah­olah ingin melupakan bahasa Indonesia bahasa persatuan ataupun gengsi dan lain sebagai nya, karena kebanyakan bagi mereka lebih memilih bahasa internasional yang sedang tren saat ini yaitu English Language (Bahasa Inggris). Dan pula banyak dari mereka bagi mahasiswa yang belum mengetahui bagaimana cara membuat makalah / karya ilmiah yang sebenarnya (yang sempurna).
Sehingga dari latar belakang tersebut kami sebagai penulis untuk mendeskripsikan secara detail. Tentang bagaimana cara merencanakan penulisan karya ilmiah yang di ajarkan kepada mahasiswa GUNADARMA pada khususnya. Mengingat salah satu kendala yang dihadapi oleh mahasiswa pembuatan karya ilmiah sebagai salah satu syarat penyelesaian.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar berlakang diatas, dapatlah ditarik rumusan masalah yang menjadi fokus penulisan dalam menganalisa bagaimana merencanakan penulisan karangan ilmiah.

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan dan penyusunan makalah ini yaitu sebagai bahan referensi dan untuk mengetahui :
1. Bagaimana cara mengetahui dan merencanakan penulisan karangan ilmiah.
2. Untuk mengetahui bagaimana memilih topik, pembatasan topik, pemilihan judul, menentukan tujuan penulisan dan seterusnya.

D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan ini bisa mengetahui bagaimana caranya untuk bisa merencanakan dan membuat makalah yang baik.

BAB II PEMBAHASAN

A. PERENCANAAN PENULISAN KARYA ILMIAH
Perencanaan karangan yaitu semua tahap persiapan penulisan. Dimana, kegiatan menulis bukanlah suatu kegiatan yang kebetulan, melainkan memang telah direncana untuk menghasilkan sebuah penulisan karangan ilmiah yang baik, seorang penulis harus merencanakannya dengan matang. Beberapa langkah yang harus dilalui meliputi :
1. Pemilih topik
2. Pembatasan topik
3. Pemilihan judul
4. Menentukan tujuan penulisan
5. Menentukan bahan penulisan
6. Menentukan kerangka karangan
7. Langkah­langkah penulisan ilmiah
8. Tahap pemeriksaan atau penyuntingan konsep (editing)
9. Tahap Penyajian Dengan langkah yang sistematis itu, hasil tulisan dari seorang penulis diharapkan tidak memiliki cacat yang sekecil­kecilnya.

B. PEMILIHAN TOPIK
Pemilihan topik yang tepat, akan menunjukan tingkat cakupan dari sebuah penelitian yang akan dibahas. Topik yang diangkat biasanya, akan mempengaruhi minat pembaca apakah karangan ilmiah ini menarik atau tidak untuk dibaca.
Dalam memilih topik karya ilmiah, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.
a. Topik yang akan dipilih hendaknya menarik untuk dikaji. Sebuah topik akan menarik apabila:
1. Merupakan masalah yang menyangkut persoalan bersama
2. Merupakan jalan keluar dari suatu persoalan yang tengah dihadapi
3. Mengandung konflik pendapat
4. Masalah yang di kaji hendaknya dapat diselesaikan dalam waktu yang disediakan.
b. Topik jangan terlalu luas dan terlalu sempit
c. Topik yang di pilih sesuai dengan minat dan kemampuan penulis
d. Topik yang di kaji hendaknya ada manfaatnya untuk menambah ilmu pengetahuan atau yang berkaitan dengan profesi.

C. PEMBATASAN TOPIK
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat pembahasan topik:
1. menampilkan informasi latar belakang.
2. menampilkan ringkasan hasil/temuan penelitian.
3. memberikan komentar apakah hasil penelitian sesuai dengan hipotesis.
4. menghubungkan dengan hasil penelitian terdahulu.
5. menjelaskan hasil yang diperoleh, terutama jika hasil tersebut tidak memuaskan.
6. membuat generalisasi dari hasil yang diperoleh (implikasi).
7. memberikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

D. PEMILIHAN JUDUL
Bagi pembaca judul akan dianggap mewakili bobot sebuah hasil penelitian yang akan ditulis, bahkan merupakan gambaran mutu tulisan yang akan ditulis. Secara umum, kriteria judul yang baik adalah:
1. Topik yang diteliti mengandung masalah yang tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit. Lebih baik kalau topik yang diajukan lebih spesifik, menarik, dan aktual secara akademik dan secara praktis.
2. Belum banyak diteliti orang lain. Kalaupun sudah ada penelitian lain, studi ini mengambil sisi lain, sisi tertentu, yang selama ini tidak memperoleh perhatian.
3. Diungkapkan dalam kalimat yang simpel, tetapi mampu menunjukkan dengan jelas independent variabel dan dependent variabel­nya.
4. Judul harus dapat menunjukkan problematik yang terkandung di dalam tema yang akan diteliti. Sebaiknya judul dibuat dengan kalimat ganda. Kalimat pertama bersifat umum yang kemudian diikuti dengan ungkapan yang menunjukkan fokus persoalan yang dikaji.

E. MENENTUKAN TUJUAN PENULISAN
Menentukan tujuan Penulisan adalah suatu gambaran atau perencanaan menyeluruh yang akan mengarahkan penulis dalam penulisan selanjutnya dengan menentukan tujuan penulisan. Bahan­bahan apa yang diperlukan Organisasi karangan yang akan diterapkan dan sudut pandang penulis yang dipilih.
Tujuan penulisan dapat dinyatakan dengan dua cara, yaitu :
1. Tesis
Tesis adalah rumusan singkat yang mengandung tema dasar dari sebuah karangan bila ada sebuah tema karangan yang dominan. Tesis sama dengan sebuah kalimat utama dalam paragraf. Oleh sebab itu, tesis tidak diperkenankan lebih dari satu kalimat. Dengan kalimat tesis, penulis dapat menentukan bahan yang akan menjadi tulisan. Tesis digunakan jika penulis ingin mengembangkan gagasan yang berupa tema seluruh tulisan.
2. Pengungkapan Maksud
Pengungkapan maksud dilakukan tidak bermaksud untuk mengembangkan ide sentral.

F. MENENTUKAN BAHAN PENULISAN
Yang dimaksud dengan bahan penulisan ialah semua informasi yang digunakan untuk mencapai tujuan penulisan. Informasi itu, mungkin merupakan teori, contohcontoh, rincian atau detil, perbandingan, sejarah kasus, fakta, hubungan sebab akibat, pengujian dan pembuktian, angka­angka, kutipan, gagasan dan sebagainya.
Dalam menulis karangan fiktif, sumber bahan yang utama adalah hasil imajinasi. Data pengalaman berupa catatan harian dibumbui dengan khayalan disertai kemampuan penulisnya dalam merangkai kata yang estetis dapat dengan mudah menghasilkan karya fiktif. Pada karangan fiktif juga, penulis dituntut untuk memperhatikan kelogisan karangan itu.
Sedangkan dalam menulis karangan nonfiksi (karya ilmiah), sumber bahan yang utama adalah fakta dan data. Penulis dituntut untuk melaukan berbagai penelitian. Karangan ilmiah ini tidak dapat dihasilkan hanya dengan melamun atau mengkhayal. Dengan adanya fakta dan data, karya ilmiah harus mencakup syarat­syarat ilmiah, misalnya empiris, sistematis, objektif, dan rasional. Adapun beberapa bahan yang dapat dijadikan sumber rujukan dalam pnulisan karya­karya ilmiah, yaitu:
1. Bahan pustaka
Dalam karya ilmiah, untuk mendapatkan landasan teoritis, penulis dituntut mencari buku­buku yang berhubungan dengan topik yang dibahas. Penulis harus mengumpulkan bahan­bahan sumber yang bersifat teori dan bahan sumber asli yang berasal dari seorang tokoh.
2. Wawacara
Wawancara adalah salah satu cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan kepada seseorang yang dianggap berkompoten (berotoritas) mengenai hal yang ditulis. Wawancara biasanya digunakan untuk mendapatkan data secara lisan. Alat bantu yang digunakan dalam wawancara adalah alat perekam dan kamera video. Alat tersebut dapat memudahkan penyalinan ke dalam bentuk tulis. Wawancara lebih dominan digunakan pada penelitian lapangan, namun tidak menutup kemungkinan wawancara juga digunakan pada penelitian perpustakaan, yaitu untuk mengkonfirmasi pendapat seorang tokoh yang kurang jelas atau memperkuat pendapat seorang tokoh tentang pendapatnya.
3. Angket
Angket adalah pertanyaan yang digunakan untuk menjaring pendapat atau opini seseorang tentang sesuatu. Jawaban pertanyaan sudah disediakan. Responden tinggal melingkari atau menyilangnya.
4. Pengamatan
Agar dapat melakukan pengamatan secara cermat,kita perlu berlatih mengamati sebuah objek dari jarak yang lebihdekat.Dalam hal ini tentunya diperlukan konsenyrasi dan minat yang memadai .Jika kita tidak memeliki perhatian dan minat yang memadai maka kita akan memperoleh bahan berupa kesan umum yang kerap sekali kurang jelas.
5. Kewenangan
Pendapat yang dikemukakan oleh orang yang berwenang, juga dapat dijadikan bahan penulisan. Hanya dalam hal ini kita harus berhati hati dalam memilihnya. Sikap kritis kita dituntut karena pendapat yang dikemukakan sering bersifat subjektif.
6. Penulisan
Draft Penulisan draft merupakan pengklasifikasian data yang telah terkumpul yangkemudian disusun menjadi sebuah wacana yang terdapat dalam karangan.

7. Penyuntingan wacana
Dalam penulisan karangan hendaknya melakukan pengeditan ulang terhadap bahan yang akan disajikan karena bahan tersebut harus sesuai dengan bahasa diksi, alinea dan kalimat. Contohnya: Penulisan kutipan yang benar, penulisan kata serapan yang sesuai EYD.

G. MENENTUKAN KERANGKA KARANGAN
Kerangka karangan merupakan rencana penulisan yang memuat garis­garis besar dari suatu karangan yang akan digarap, dan merupakan rangkaian ide­ide yang disusun secara sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan teratur. Beberapa fungsi kerangka karangan : ­
-          untuk menjamin penulisan bersifat konseptual, menyeluruh, dan terarah. ­
-          kerangka karangan membantu penulis untuk melihat gagasan­gagasan tulisan dalam sekilas pandang. ­
-          memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda­beda. ­ menghindari penggarapan topik dua kali atau lebih. ­
-          dengan mempergunakan rincian­rincian dalam kerangka karangkan, penulis lebih mudah untuk mengembangkan apa yang ingin dijabarkan.
Untuk menjamin penulisan bersifat konseptual, menyeluruh, dan terarah.Kerangka karangan membantu penulis untuk melihat gagasan­gagasan dalam sekilas pandang, sehingga dapat dipastikan apakah susunan dan hubungan timbal­balik antara gagasan­gagasan itu sudah tepat, apakah gagasan­gagasan itu sudah disajikan dengan baik, harmonis dalam perimbangannya.
Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda­beda. Setiap tulisan dikembangkan menuju ke satu klimaks tertentu. Namun sebelum mencapai klimaks dari seluruh karangan itu, terdapat sejumlah bagian yang berbeda­beda kepentingannya terhadap klimaks utama tadi. Tiap bagian juga mempunyai klimaks tersendiri dalam bagiannya. Supaya pembaca dapat terpikat secara terus menerus menuju kepada klimaks utama, maka susunan bagian­bagian harus diatur pula sekian macam sehingga tercapai klimaks yang berbeda­beda yang dapat memikat perhatian pembaca.
Menghindari penggarapan topik dua kali atau lebih. Ada kemungkinan suatu bagian perlu dibicarakan dua kali atau lebih, sesuai kebutuhan tiap bagian dari karangan itu. Namun penggarapan suatu topik sampai dua kali atau lebih tidak perlu, karena hal itu hanya akan membawa efek yang tidak menguntungkan; misalnya, bila penulis tidak sadar betul maka pendapatnya mengenai topik yang sama pada bagian terdahulu berbeda dengan yang diutarakan pada bagian kemudian, atau bahkan bertentangan satu sama lain. Hal yang demikian ini tidak dapat diterima. Di pihak lain menggarap suatu topik lebih dari satu kali hanya membuang waktu, tenaga, dan materi. Kalau memang tidak dapat dihindari maka penulis harus menetapkan pada bagian mana topik tadi akan diuraikan, sedangkan di bagian lain cukup dengan menunjuk kepada bagian tadi.
Dengan mempergunakan rincian­rincian dalam kerangka karangan penulis akan dengan mudah mencari data­data atau fakta­fakta untuk memperjelas atau membuktikan pendapatnya. Atau data dan fakta yang telah dikumpulkan itu akan dipergunakan di bagian mana dalam karangannya itu.
Bila seorang pembaca kelak menghadapi karangan yang telah siap, ia dapat menyusutkan kembali kepada kerangka karangan yang hakekatnya sama dengan apa yang telah dibuat penggarapnya. Dengan penyusutan ini pembaca akan melihat wujud, gagasan, struktur, serta nilai umum dari karangan itu. Kerangka karangan merupakan miniatur atau prototipe dari sebuah karangan. Dalam bentuk miniatur ini karangan tersebut dapat diteliti, dianalisis, dan dipertimbangkan secara menyelurih, bukan secara terlepas­lepas.

H. LANGKAH­LANGKAH PENULISAN KARYA ILMIAH
Metode ilmiah penelitian dan pengembangan menulis karya ilmiah adalah suatu cara untuk pelaksanaan secara sistematis dan objektif yang mengikuti langkah­langkah sebagai berikut :
1. Melakukan observasi dan menetapkan masalah dan tujuan. Langkah awal dalam penulisan ilmiah yaitu melakukan pengamatan atas objek yang diteliti dan menetapkan masalah dan tujuan yang akan diteliti.
2. Menyusun hipotesis. Menyusun dugaan­dugaan yang menjadi penyebab dari objek penelitian.
3. Menyusun rancangan penelitian. Ini merupakan kerangka kerja bagi penelitian yang dilakukan.
4. Melaksanakan percobaab berdasarkan metode yang direncanakan. Kegiatan nyata dari proses penelitian dalam bentuk percobaan terkait penelitian yang dilakukan.
5. Melaksanakan pengamatan dan pengumpulan data. Setelah melakukan percobaan atas objek penelitian, maka selanjutnya melakukan pengamatan pada objek penelitian.
6. Menganalisis dan menginterprrestasikan data. Menjelaskan segala kondisi yang terjadi pada saat pengamatan atau penelitian.
7. Merumuskan kesimpulan. Menarik kesimpulan dari semua proses percobaan, pengamatan, penganalisaan dan penginterprestasian terhadap objek penelitian.
8. Melaporkan hasil penelitian. Langkah inilah yang sesungguhnya merupakan proses penulisan karangan ilmiah. Pada langkah ini kita telah menyusun sebuah karya tulis ilmiah yang akan memberikan manfaat bagi pembaca.

I. TAHAP PEMERIKSAAN ATAU PENYUNTINGAN KONSEP (EDITING)
Tahap ini bertujuan untuk :
a. Melengkapi data yang dirasa masih kurang.
b. Membuang dan mengedit data yang dirasa tidak relevan serta tidak cocok dengan pokok bahasan karya ilmiah.
c. Mengedit setiap kata­kata dalam karya ilmiah untuk menghindari penyajian bahan­bahan secara berulang­ulang atau terjadi tumpang tindih antara tulisan satu dengan tulisan yang lain.
d. Mengedit setiap bahasa yang ada dalam karya ilmiah untuk menghindari pemakaian bahasa yang kurang efektif, contoh dalam penyusunan dan pemilihan kata, penyesuaian kalimat, penyesuaian paragraph, maupun penerapan kaidah ejaan sesuai EYD

J. Tahap Penyajian
Teknik penyajian karya ilmiah harus dengan memperhatikan :
· Segi kerapian dan kebersihan.
· Tata letak (layout) unsure­unsur dalam format karya ilmiah, misal pada halaman pembuka, halaman judul, daftar isi, daftar tabel, daftar grafik, daftar gambar, daftar pustaka, dll.
· Memakai standar yang berlaku dalam penulisan karya ilmiah, missal standar penulisan kutipan, catatan kaki, daftar pustaka dan penggunaan bahasa sesuai dengan EYD.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perencanaan karangan yaitu semua tahap persiapan penulisan. Perencanaan Penulisan Karya Ilmiah itu sendiri adalah merencanakan dengan matang suatu topik yang benar­benar dipilih oleh penulis. Topik karya ilmiah banyak bersumber dari hasil pengamatan. Pengalaman dan penjelasan. Untuk mengambil topik harus yang menarik untuk dibahas, tidak terlalu luas dan terlalu sempit sesuai dengan minat dan kemampuan penulis.

DAFTAR PUSTAKA
http://beareds.blogspot.com/2012/12/perencanaan­penulisan­karangan­ilmiah.html http://yudha444.blogspot.com/2012/11/perencanaan­penulisan­karangan­ilmiah.html
http://dino­al­depoky.blogspot.com/2014/02/bahasa­indonesia­perencanaanpenulisan.html

http://dino­al­depoky.blogspot.co.id/2015/11/rencana­penulisan­karya­ilmiah.html

Kalimat Efektif

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa itu berisi pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada diri si pembicara atau penulis. Bahasa yang digunakan itu hendaklah dapat mendukung maksud secara jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakan itu dapat diterima oleh pendengar atau pembaca. Kalimat yang dapat mencapai sasarannya secara baik disebut dengan kalimat efektif.
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau gagasan yang disampaikan sudah tepat, pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. Akan tetapi, kadang­kadang harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang diucapkan atau yang dituliskan. Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat, unsur kalimat yang digunakan harus lengkap dan eksplisit. Artinya, unsur­unsur kalimat seharusnya ada yang tidak boleh dihilangkan. Sebaliknya, unsur­unsur yang seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan. Kelengkapan dan keeksplisitan semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan komunikasi dan kesesuaiannya dengan kaidah (Mustakim, 1994:86).
Dalam karangan ilmiah sering kita jumpai kalimat­kalimat yang tidak memenuhi syarat sebagai bahasa ilmiah. Hal ini disebabkan oleh, antara lain, mungkin kalimat­kalimat yang dituliskan kabur, kacau, tidak logis, atau berteletele. Dengan adanya kenyataan itu, pembaca sukar mengerti maksud kalimat yang kita sampaikan karena kalimat tersebut tidak efektif. Berdasarkan kenyataan inilah penulis tertarik untuk membahas kalimat efektif dengan segala permasalahannya.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan kalimat efektif?
2. Apa ciri­ciri kalimat efektif?
3. Apa syarat yang mendasari kalimat efektif?
4. Bagaimana struktur kalimat efektif?

C. Tujuan Pembahasan
1. Agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunakan bahasa Indonesia sehingga menjadi baik dan benar
2. Mengetahui apa dan bagaimana penggunaan kalimat efektif dalam berbahasa
3. Menjaga kemurnian bahasa Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan penutur/penulisnya secara tepat sehingga dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Efektif dalam hal ini adalah ukuran kalimat yang memiliki kemampuan menimbulkan gagasan atau pikiran pada pendengar atau pembaca. Dengan kata lain, kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara secara tepat sehingga pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya.
Efektif mengandung pengertian tepat guna, artinya sesuatu akan berguna jika dipakai pada sasaran yang tepat. Pengertian efektif dalam kalimat adalah dan ketepatan penggunaan kalimat dan ragam bahasa tertentu dalam situasi kebahasaan tertentu pula.

2.2. Ciri­ciri Kalimat Efektif
1. Kesejajaran
Memiliki kesamaan bentukan/imbuhan. Jika bagian kalimat itu menggunakan kata kerja berimbuhan di­, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan di­-pula.
1.    Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
Kalimat tersebut tidak memiliki kesejajaran antara predikat­predikatnya. Yang satu menggunakan predikat aktif, yakni imbuhan me­, sedang yang satu lagi menggunakan predikat pasif, yakni menggunakan imbuhan di­. Kalimat itu harus diubah :
1.      Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan.
2.      Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan.

2. Kehematan
Kalimat efektif tidak boleh menggunakan kata-­kata yang tidak perlu. Kata­kata yang berlebih. Penggunaan kata yang berlebih hanya akan mengaburkan maksud kalimat.
Bunga-­bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.
Pemakaian kata bunga­bunga dalam kalimat di atas tidak perlu. Dalam kata mawar,anyelir,dan melati terkandung makna bunga.
Kalimat yang benar adalah: Mawar,anyelir, dan melati sangat disukainya.

3. Penekanan
4. Kelogisan
5. Kesepadanan
6. Keparalelan
7. Ketegasan
8. Kecermatan dalam pemilihan dan penggunaan kata
9. Kepaduan

2.3. Syarat­syarat Kalimat Efektif
Syarat­syarat kalimat efektif adalah sebagai berikut:
1. Secara tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.
2. Mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pendengar atau pembaca dengan yang dipikirkan pembaca atau penulisnya.

2.4. Struktur Kalimat Efektif
Struktur kalimat efektif haruslah benar. Kalimat itu harus memiliki kesatuan bentuk, sebab kesatuan bentuk itulah yang menjadikan adanya kesatuan arti. Kalimat yang strukturnya benar tentu memiliki kesatuan bentuk dan sekaligus kesatuan arti. Sebaliknya kalimat yang strukturnya rusak atau kacau, tidak menggambarkan kesatuan apa­apa dan merupakan suatu pernyataan yang salah.
Jadi, kalimat efektif selalu memiliki struktur atau bentuk yang jelas. Setiap unsur yang terdapat di dalamnya (yang pada umumnya terdiri dari kata) harus menempati posisi yang jelas dalam hubungan satu sama lain. Kata­kata itu harus diurutkan berdasarkan aturan­aturan yang sudah dibiasakan. Tidak boleh menyimpang, aalagi bertentangan. Setiap penyimpangan biasanya akan menimbulkan kelainan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat pemakai bahasa itu.
Misalnya, Anda akan menyatakan Saya menulis surat buat papa. Efek yang ditimbulkannya akan sangat lain, bila dikatakan:
1. Buat Papa menulis surat saya.
2. Surat saya menulis buat Papa.
3. Menuis saya surat buat Papa.
4. Papa saya buat menulis surat.
5. Saya Papa buat menulis surat.
6. Buat Papa surat saya menulis.

Walaupun kata yang digunakan dalam kalimat itu sama, namun terdapat kesalahan. Kesalahan itu terjadi karena kata­kata tersebut (sebagai unsur kalimat) tidak jelas fungsinya. Hubungan kata yang satu dengan yang lain tidak jelas. Katakata itu juga tidak diurutkan berdasarkan apa yang sudah ditentukan oleh pemakai bahasa.
Demikinlah biasanya yang terjadi akibat penyimpangan terhadap kebiasaan struktural pemakaian bahasa pada umumnya. Akibat selanjutnya adalah kekacauan pengertian. Agar hal ini tidak terjadi, maka si pemakai bahasa selalu berusaha mentaati hokum yag sudah dibiasakan.

BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan 
-          Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara secara tepat sehingga pndengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas dan lengkap seperti apa yang dimasud oleh penulis atau pembicaranya.
-          Unsur­unsur dalam kalimat meliputi : subjek (S), prediket (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket).
-          Ciri­ciri kalimat efektif yaitu : Kesepadanan, keparalelan, ketegasan, kehematan, kecermatan, kepaduan, kelogisan.
3.2.Saran
Pada kenyataannya, pembuatan makalah ini masih bersifat sangat sederhana dan simpel. Serta dalam Penyusunan makalah inipun masih memerlukan kritikan dan saran bagi pembahasan materi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Lukman dkk. 1991. Petunjuk Praktis Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Badudu, J.S. 1983. Membina Bahasa Indonesia baku. Bandung: Pustaka Prima.
Finoza, Lamuddin. 2002.. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Insan Mulia.
Razak, Abdul. 1985. Kalimat Efektif. Jakarta: Gramedia.
http:////Pengertian, Ciri, dan Penggunaan Kalimat Efektif.html
http://dayintapinasthika.wordpress.com/2013/01/02/contoh­kalimat­efektif­dankalimat­tidak­efektif/ http://arifharypurnomo.blogspot.com/2013/10/kalimat­efektif­ciri­ciri­dancontoh.html
http://wede56.blogspot.co.id/2014/03/contoh­makalah­bahasa­indonesia­kalimat_25.html
   
            

DIKSI

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Memang harus diakui, kecenderungan orang semakin mengesampingkan pentingnya penggunaan bahasa, terutama dalam tata cara pemilihan kata atau diksi.
Terkadang kita pun tidak mengetahui pentingnya penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar, sehingga ketika kita berbahasa, baik lisan maupun tulisan, sering mengalami kesalahan dalam penggunaan kata, frasa, paragraf, dan wacana.
Agar tercipta suatu komunikasi yang efektif dan efisien, pemahaman yang baik ihwal penggunaan diksi atau pemilihan kata dirasakan sangat penting, bahkan mungkin vital, terutama untuk menghindari kesalapahaman dalam berkomunikasi.
Diksi atau pilihan kata dalam praktik berbahasa sesungguhnya mempersoalkan kesanggupan sebuah kata dapat juga frasa atau kelompok kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengarnya.
Indonesia memiliki bermacam­macam suku bangsa dan bahasa. Hal itu juga disertai dengan bermacam­macam suku bangsa yang memiliki banyak bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari­hari. Bahasa yang digunakan juga memiliki karakter berbeda­beda sehingga penggunaan bahasa tersebut berfungsi sebagai sarana komunikasi dan identitas suatu masyarakat tersebut. Sebagai makhluk sosial kita tidak bisa terlepas dari berkomunikasi dengan sesama dalam setiap aktivitas. Dalam kehidupan bermasyarakat sering kita jumpai ketika seseorang berkomunikasi dengan pihak lain tetapi pihak lawan bicara kesulitan menangkap informasi dikarenakan pemilihan kata yang kurang tepat ataupun dikarenakan salah paham.
Pemilihan kata yang tepat merupakan sarana pendukung dan penentu keberhasilan dalam berkomunikasi. Pilihan kata atau diksi bukan hanya soal pilihmemilih kata, melainkan lebih mencakup bagaimana efek kata tersebut terhadap makna dan informasi yang ingin disampaikan. Pemilihan kata tidak hanya digunakan dalam berkomunikasi namun juga digunakan dalam bahasa tulis (jurnalistik). Dalam bahasa tulis pilihan kata (diksi) mempengaruhi pembaca mengerti atau tidak dengan kata­kata yang kita pilih.
Dalam makalah ini, penulis berusaha menjelaskan mengenai diksi yang digunakan dalam kehidupan sehari­hari baik dalam segi makna dan relasi, gaya bahasa, ungkapan, kata kajian, kata popular, kata sapaan dan kata serapan.





1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:           
a. Apa yang dimaksud dengan diksi
b. Bagaimana persyaratan diksi
c. Bagaimana yang dimaksud kata ilmiah , kata populer, kata jargon dan slang
d. Bagaimana pilihan kata dan penggunaan diksi

1.3.  Tujuan
Tujuan dan manfaat penulisan makalah ini adalah:
a. Megetahui pengertian dari diksi
b. Mengetahui syarat­syarat yang dibutuhkan dalam penggunaan diksi
c. Memahami penjelasan tentang kata ilmiah, kata populer, kata jargon dan slang
d. Memahami penjelasan pilihan kata dan penggunaan diksi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengetian Diksi
Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat dan selaras untuk menyatakan atau mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh efek tertentu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang­mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Ada beberapa pengertian diksi di antaranya adalah membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis, untuk mencapai target komunikasi yang efektif, melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal, membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.
Diksi, dalam arti pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua, arti “diksi” yang lebih umum digambarkan dengan kata – seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya. Harimurti (1984) dalam kamus linguistic, menyatakan bahwa diksi adalah pilhan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara di dalam karang mengarang.
Dalam KBBI (2002: 264) diksi diartikan sebagai pilihan kata yanng tepat dan selaras dalam penggunaanya untuk menggungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Jadi, diksi berhubungan dengan pengertian teknis dalam hal karang­mengarang, hal tulis­menulis, serta tutur sapa.
2.2. Persyaratan Diksi
Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi dalam memilih kata­kata, yaitu persyaratan ketetapan dan kesesuaian. Tepat, artinya kata­kata yang dipilih itu dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin diungkapkan. Di samping itu, ungkapan itu juga harus dipahami pembaca dengan tepat, artinya tafsiran pembaca sama dengan apa yang dimaksud dengan penulis. Untuk memenuhi persyaratan ketetapan dan kesesuaian dalam pemilihan kata, perlu diperhatikan :
a. Kaidah kelompok kata/ frase
b. Kaidah makna kata
c. Kaidah lingkungan sosial
d. Kaidah karang­mengarang

2.3. Kata Ilmiah, Kata Populer, Kata Jargon dan Slang
a. Kata ilmiah merupakan kata­kata logis dari bahasa asing yang dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

b. Kata popular adalah kata yang biasa digunakan dalam komunikasi sehari­hari masyarakat umum.

c. Jargon adalah kata­kata yang mengandung makna suatu bahasa, dialek, atau tutur yang dianggap aneh kata ini juga merupakan kata sandi/kode rahasia untuk kalangan terterntu (dokter,militer,perkumpulan rahasia,ilmuwan dsb). Contohnya : populasi, volume, abses, H2O,dan sebagainya.

d. Kata slang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja, atau kadang berupa pengrusakan sebuah kata biasa untuk mengisi suatu bidang makna yang lain. Kata­kata ini bersifat sementara,kalau sudah teras usang hilang atau menjadi kata­kata biasa. Contohnya : asoy, manatahan dan sesuatu ya .

2.4. Pilihan Kata dan Penggunaanya
1. Kata dari dan daripada
Contoh : ­
-          Kertas itu terbuat dari kayu jati (keterangan asal) ­
-          Peristiwa itu timbul dari peristiwa seminggu yang lalu (keterangan sebab) ­
-          Buku itu ditulis dari pengalamanya selama di Jerman (menyatakan alasan)
2.        Kata pada dan kepada
Contoh : ­
-          Buku catatan saya ada pada Astuti (pengantar keterangan) ­
-          Saya ketemu dengan dia pada suatu sore hari. (keterangan waktu)

3.        Kata di dan ke
Contoh : ­
-          Atik sedang berada di luar kota (fungsi kata depan di) ­
-          Di saat usianya suadah lanjut, orang itu semakin malas belajar (keterangan waktu)
4.        Kata dan dan dengan
Contoh : ­
-          Ayah dan Ibu pergi ke Jakarta kemarin ­ Ibu memotong kue dengan pisau
5.        Kata antar dan antara
Contoh : ­
-          Kabar ibu belum pasti,antara benar dan tidak (menyataan pemilihan) ­
-          Dia akan tiba antara jam 04.00 sampai jam 06.00 (jangka waktu)

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kreativitas dalam memilih kata merupakan kunci utama pengarang dalam menulis gagasan atau ungkapan. Penguasaan dalam pengolahan kata juga merupakan kunci utama dalam menghasilkan tulisan yang indah, dapat dibaca serta ide yang ingin disampaikan penulis dapat dipahami dengan baik.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya baik secara lisan maupun dengan tulisan. Pemilihan kata juga harus sesuai dengan situasi kondisi dan tempat penggunaan kata–kata itu. Pembentukan kata atau istilah adalah kata yang mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.
 Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa diksi mempunyai persamaan yaitu sama­sama penulis ingin menyampaikan sesuatu di hasil karya tulisannya dengan maksud agar pembaca dapat memahami maksud dan tujuan penulis.
3.2. Saran
Penulis mendapatkan pengalaman yang sangat berharga dalam pembuatan makalah ini mengenai pengetahuan diksi (pilihan kata). Penulis menyarankan kepada semua pembaca untuk mempelajari pengolahan kata dalam membuat kalimat. Dengan mempelajari diksi diharapkan mahasiswa dan mahasiswi memiliki ketetapan dalam menyampaikan dan menyusun suatu gagasan agar yang disampaikan mudah dipahami dengan baik.




DAFTAR PUSTAKA
-          Moeliono, Anton, 1991. Santun bahasa, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
-          Sugono, Dendy, 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa,Jakarta.
-          Amran, Tasai. 2010 Cermat Berbahasa Indonesia. (Jakarta :CV Akademika Pressindo.
-          Adi, Tri. 2007 Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik, CV Andi Offset, Yogyakarta.
-          Rahaedi, Kunjana. 2003. Bahasa Indonesia perguruan tinggi. Erlangga. Jakarta
-          http://tugaskuliah15.blogspot.co.id/2015/10/makalah­bahasa­indonesia­diksi­atau.html

1 Nov 2015

Bahasa Indonesia, Makalah tentang EYD

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Ejaan Adalah seperangkat aturan atau kaidah pelambang bunyi bahasa, pemisahan, penggabungan, dan penulisanya dalam suatu bahas. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalakan huruf, suku kata, atau kata, sedangakan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman hidup, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan dalam bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang menyetir kendaraan, ejaan adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi rambu itu, terciptalah lalu lintas yang tertib, teratur, dan tidak semrawut. Seperti itulah kira – kira bentuk hubungan antara pemakai dengan ejaan.
Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). EYD yang resmi mulai diberlakukan pada tanggal 16 Agustus 1972 ini memang upaya penyempurnaan ejaan yang sudah dipakai selam dua puluh lima tahun sebelumnya yang dikenal dengan nama Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K Republik Indonesia pada tahun itu diresmikan pada tahun 1947). Sebelum Ejaan Soewandi telah ada ejaan yang merupakan ejaan pertama Bahasa Indonesia yaitu Ejaan Van Ophuysen (nama seorang guru besar Belanda yang juga pemerhati bahasa) yang diberlakukan pada tahun 1901 oleh pemerintah Belanda yang menjajah Indonesia pada masa itu. Ejaan Van Ophuysen tidak berlaku lagi pada tahun 1947.

B.     Rumusan Masalah
1.      Penggunaan EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata?
2.      Penggunaan EYD yang benar pada penulisan partikel,singkatan,akronim dan angka?
3.      Penggunaan tanda baca dan unsur serapan yang benar sesuai dengan EYD

C.     Tujuan
1.      mengidentifikasi penggunaan EYD yang benar dan baku

2.      mengidentifikasi penulisan kata yang benar sesuai dengan  EYD













BAB II
PEMBAHASAN

A.     Penggunaan EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata
1.      Penggunaan Huruf Kapital
a.       Jabatan tidak diikuti nama orang
Dalam butir 5 Pedoman EYD dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsure nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Contoh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat, Profesor Jalaluddin Rakhmat, Sekretaris Jendral, Departemen Pendidikan Nasional. Jabatan tidak diikuti nama orang tidak memakai huruf kapital. Contoh, Menurut bupati, anggaran untuk pendidikan naik 25 % dari tahun sebelumnya.
b.      Huruf pertama nama bangsa
Dalam butir 7 dinyatakan, huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Contoh, bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh : ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.
c.       Nama geografi sebagai nama jenis
Dalam butir 9 ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Contoh, berlayar ke teluk, mandi di kali, menyebrangi selat, pergi ke arah tenggara, kacang bogor, salak bali, pisang ambon, pepaya bangkok, nanas subang, tahu sumedang, peuyeum bandung dan telur brebes.
d.      Setiap unsur bentuk ulang sempurna
Dalam butir 11 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Contoh, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Yayasan Ahli-Ahli Bedah Plastik Jawa Barat, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara.
e.       Penulisan kata depan dan kata sambung
Dalam butir 12 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Biasanya dipakai pada penulisan judul cerpen, novel. Contoh, Harimau Tua dan Ayam Centil, Hari-Hari Penantian dalam Gua  Neraka, Kado untuk Setan, Taksi yang Menghilang.
2.      Penulisan Huruf Miring
a.       Penulisan nama buku
Pada butir 1 pedoman penulisan huruf miring ditegaskan, huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Contoh, Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle, Surat Kabar Bandung Pos.
b.      Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing
Butir 2 pedoman penulisan huruf miring menyatakan, huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Contoh, boat modeling, aeromodeling, motorsport.

c.       Penulisan kata ilmiah
Butir 3 pedoman penulisan huruf miring menegaskan, huruf miring dan cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah dan ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Contoh, royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda, lactobacillus, dsb.
3.      Penulisan Kata Turunan
a.       Gabungan kata dapat awalan akhiran
Butir 3 pedoman kata turunan menegaskan, jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, bertepuk tangan, garis bawahi, dilipatgandakan, sebar luaskan.
b.      Gabungan kata dalam kombinasi
Butir 4 pedoman penulisan kata turunan menyatakan, jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, antarkota, antarsiswa, antipornografi, antikekerasan, anti-Amerika, audiovisual, demoralisasi, dwiwarna, dwibahasa, ekasila, ekstrakulikuler, interkoneksi, intrakampus, multifungsi, pramuwisma, tunakarya, tunarungu, prasejarah, pascapanen, tridaya, rekondisi.
4.      Penulisan Gabungan Kata
a.       Penulisan gabungan kata istilah khusus
Butir 2 pedoman penulisan gabungan kata mengingatkan, gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Contoh; alat pandang- dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami.
b.       Penulisan gabungan kata serangkai
Butir 3 pedoman penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan kata berikut harus ditulis serangkai. Contoh, acapkali, adakalanya, akhirulkalam, daripada, darmawisata, belasungkawa, dukacita, kacamata, kasatmata, manakala, manasuka, matahari, olahraga, padahal, peribahasa, radioaktif, saptamarga, saripati, sediakala, segitiga, sekalipun, sukacita, sukarela, sukaria, titimangsa.
B.     Penggunaan EYD yang benar pada partikel, singkatan, akronim, dan angka.
1.      PENULISAN PARTIKEL
Penulisan partikel -lah, -kah, dan –tah Pedoman EYD menetapkan ketentuan pertama menyatakan partikel -lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: bacalah, tidurlah, apakah,  siapakah, apatah.
a.      Penulisan partikel pun
Butir 2 tentang penulisan partikel mengingatkan, partikel pun dituliskan terpisah dari kata yang mendahuluinya.
b.      Penulisan partikel per
Butir 3 tentang penulisan partikel menyebutkan, pertikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
2.      PENULISAN SINGKATAN
Pedoman EYD menegaskan, singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.


a.       Penulisan singkatan umum tiga huruf
Pedoman EYD mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik dengan tegas melarang pemakaian singkatan umum seperti ini dalam setiap karya jurnalistik seperti tajuk renacana, pojok, artikel, kolom, surat pembaca, berita, teks foto, feature. Bahasa jurnalistik juga dengan tegas melarang penggunaan singkatan jenis ini dalam judul tajuk, artikel, surat pembaca, atau judul-judul berita.
b.      Penulisan singkatan mata uang
Pedoman EYD menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran , takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
3.      PENULISAN AKRONIM
Menurut Pedoman EYD, akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Pertama, akronim nama diri berupa gabunga suku kata. Kedua, akronim yang bukan nama diri berupa gabungan huruf.
a.       Akronim nama diri
Pedoman EYD menyatakan, akronim nama diri yag berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
b.      Akronim bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Sebagai catatan, Pedoman EYD mengingatkan, jika dianggap perlu membentuk akronim, maka harus diperhatikan dua syarat
Pertama, jumlah suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia.
Kedua, akronim dibentuk yang sesuai dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim
4.      PENULISAN ANGKA
Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan angka,
Pertama, angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :
(1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(2) satuan waktu,
(3) nilai uang, dan
(4) kuanitas.
Ketiga, angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau kamar pada alamat.
Keempat, angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5.      PENULISAN LAMBANG BILANGAN
Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam Pedoman EYD, empat diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang dibolehkan dalam Pedoman EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam bahsa jurnalistik.
a.      Penulisan lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
b.      Penulisan lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
c.       Penulisan lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.
d.      Penulisan lambang bilangan angka-huruf
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. (ash3).com

C.     Penggunaan Tanda Baca
1.      Tanda Titik (. )
a.      Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.
               Biarlah mereka duduk di sana.
               Dia menanyakan siapa yang akan datang.
b.      Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
  Misalnya:  A. S. Kramawijaya
Muh. Yamin
c.       Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
Misalnya: Bc. Hk.              (Bakalaureat Hukum)
             Dr.                   (Doktor)
          
2.      Tanda Koma ( , )
a.       Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.

Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
 Satu, dua, . . . tiga! 
b.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi dan melainkan. 
Misalnya:  Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
                Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim. 
3.      Tanda Titik Koma (; ) 
a.       Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian­bagian kalimat yang sejenis dan setara. 
Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai juga. 
b.      Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. 
Misalnya: Ayah mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.

4.      Tanda Titik Dua ( : ) 
a.       Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian. 
Misalnva: Yang kita perlukan sekarang ialah barang yang berikut: kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni
Umum dan Ekonomi Perusahaan. 
b.      Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
   Misalnya:    a.  Ketua      : Ahmad Wijaya
                     Sekretaris : S. Handayani
                     Bendahara : B. Hartawan
b. Tempat sidang    : Ruang 104
    Pengantar Acara : Bambang S.
    Hari                  : Senin
    Jam                  : 9.30 pagi 
5.      Tanda Hubung ( - ) 
a.       Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
... ada cara ba­-ru juga. 
Suku kata yang terdiri atas satu huruf tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada ujung baris. 
b.      Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya, atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada
Misalnya:
.. . cara baru meng­-ukur panas.
... cara baru me-ngukur kelapa.
... alat pertahan­-an yang baru.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
c.       Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:  anak-anak
berulang-ulang
dibolak-balikkan
kemerah-merahan
Tanda ulang (2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
6.      Tanda Pisah ( - )
a.       Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
  
khusus di luar bangun kalimat. 
Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu -saya yakin akan tercapai- diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri. 
b.      Tanda pisah menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. 
Misalnya: Rangkaian penemuan ini-evolusi, teori kenisbisan, dan kini juga pembedahan atom- tidak men­gubah konsepsi kita tentang alam semesta.
7.      Tanda Elipsis ( ... )
 
a.       Tanda elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.

Misalnya: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak. 
b.      Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
  1. Tanda Tanya ( ? )
a.       Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya
 Misalnya: Kapan ia berangkat?
                  Saudara tahu bukan?
b.      Tanda tanya dipakai di antara tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya: la dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang. 
  1. Tanda Seru (!) 
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat. 
Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu!
              Bersihkan kamar ini sekarang juga!
              Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!
              Merdeka! 
  1. Tanda Kurung (   ) 
a.       Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. 
Misalnya: DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai. 
b.      Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. 
Misalnya:  Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962
c.       Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan. Angka atau huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja.
Misalnya:  Faktor-faktor produksi menyangkut masalah berikut:
               (a) alam,
               (b) tenaga kerja, dan
               (c) modal.
Faktor-faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.  
  1. Tanda Kurung Siku ([... ]) 
a.       Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal.         
Misalnya: Sang Sapurba men[d] engar bunyi gemerisik. 
b.      Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. 
Misalnya: (Perbedaan antara dua macam proses ini [lihat BabI] tidak dibicarakan.) 
12.  Tanda Petik ("... ") 
a.       Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.  
Misalnya:  "Sudah siap?" tanya Awal.
              "Saya belum siap," seru Mira, "tunggu sebentar!" 
b.      Tanda petik mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat. 
Misalnya:  Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat
13.  Tanda Petik Tunggal ( ' ... ' ) 
a.       Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.       
Misalnya:  Tanya Basri, "Kaudengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
               "Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang',
               dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
b.      Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing (Lihat pemakaian tanada kurung) 
Misalnya:  rate of inflation          ’laju inflasi’

14.  Tanda Ulang ( ...2 ) (angka 2 biasa) 
Tanda ulang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan kata dasar.           
Misalnya:  kata2
              lebih2
              sekali2 
15.  Tanda Garis Miring ( / ) 
a.       Tanda garis miring dipakai dalam penomoran kode surat
Misalnya: No. 7/PK/1973 
b.      Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor alamat. 
Misalnya:  mahasiswa/mahasiswi
              harganya Rp 15,00/lembar
              Jalan Daksinapati IV/3 
16.  Tanda Penyingkat (Apostrof) ( ' ) 
Tanda apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata. 
Misalnya:  Ali 'kan kusurati        ('kan = akan)  Malam 'lah tiba        ('lah = telah)


Penulisan Unsur Serapan

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjamam dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shuttle cock, reshuffle. Unsur-unsur tersebut di pakai dalam konteks bahasa Indonesia tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yamg penulisan dan pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.






BAB III
Kesimpulan
            Ejaan merupakan keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dan bagaimana interrelasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa. Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luasdari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa. Ejaan yang disempurnakan bertujuan untuk dapat berkomunikasi dengan bahasa indonesia yang baik dan benar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam EYD, seperti :
1. Pemakaian huruf   
3. Penulisan kata
4. Pemakaian tanda baca


Daftar Pustaka
http://sridewiayurahayu.blogspot.co.id/2015/03/contoh­makalah­bahasa­indonesia­ejaan.html
http://daeyynala.blogspot.co.id/2015/04/makalah­eyd.html
http://makalainet.blogspot.co.id/2012/05/makalah­eyd.html
http://alfianjaelani.blogspot.co.id/p/makalah­eyd­bahasa­indonesia.html