BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ejaan Adalah seperangkat aturan atau kaidah pelambang bunyi bahasa, pemisahan, penggabungan, dan
penulisanya dalam suatu bahas. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja.
Mengeja adalah kegiatan melafalakan huruf, suku kata, atau kata, sedangakan ejaan adalah suatu sistem aturan yang
jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa dengan
menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman hidup, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan dalam bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang menyetir kendaraan, ejaan adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi rambu itu, terciptalah lalu lintas yang tertib, teratur, dan tidak semrawut. Seperti itulah kira – kira bentuk hubungan antara pemakai dengan ejaan.
Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). EYD yang resmi mulai diberlakukan pada tanggal 16 Agustus 1972 ini memang upaya penyempurnaan ejaan yang sudah dipakai selam dua puluh lima tahun sebelumnya yang dikenal dengan nama Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K Republik Indonesia pada tahun itu diresmikan pada tahun 1947). Sebelum Ejaan Soewandi telah ada ejaan yang merupakan ejaan pertama Bahasa Indonesia yaitu Ejaan Van Ophuysen (nama seorang guru besar Belanda yang juga pemerhati bahasa) yang diberlakukan pada tahun 1901 oleh pemerintah Belanda yang menjajah Indonesia pada masa itu. Ejaan Van Ophuysen tidak berlaku lagi pada tahun 1947.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman hidup, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan dalam bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang menyetir kendaraan, ejaan adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi rambu itu, terciptalah lalu lintas yang tertib, teratur, dan tidak semrawut. Seperti itulah kira – kira bentuk hubungan antara pemakai dengan ejaan.
Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). EYD yang resmi mulai diberlakukan pada tanggal 16 Agustus 1972 ini memang upaya penyempurnaan ejaan yang sudah dipakai selam dua puluh lima tahun sebelumnya yang dikenal dengan nama Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K Republik Indonesia pada tahun itu diresmikan pada tahun 1947). Sebelum Ejaan Soewandi telah ada ejaan yang merupakan ejaan pertama Bahasa Indonesia yaitu Ejaan Van Ophuysen (nama seorang guru besar Belanda yang juga pemerhati bahasa) yang diberlakukan pada tahun 1901 oleh pemerintah Belanda yang menjajah Indonesia pada masa itu. Ejaan Van Ophuysen tidak berlaku lagi pada tahun 1947.
B.
Rumusan Masalah
1.
Penggunaan EYD yang benar pada penulisan huruf
dan kata?
2.
Penggunaan EYD yang benar pada penulisan
partikel,singkatan,akronim dan angka?
3. Penggunaan
tanda baca dan unsur serapan yang benar sesuai dengan EYD
C.
Tujuan
1. mengidentifikasi
penggunaan EYD yang benar dan baku
2. mengidentifikasi penulisan
kata yang benar sesuai dengan EYD
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penggunaan
EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata
1.
Penggunaan
Huruf Kapital
a. Jabatan tidak diikuti nama orang
Dalam butir 5 Pedoman EYD
dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsure nama
jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Contoh, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat, Profesor Jalaluddin Rakhmat, Sekretaris Jendral, Departemen
Pendidikan Nasional. Jabatan tidak diikuti
nama orang tidak memakai huruf kapital. Contoh, Menurut bupati, anggaran untuk pendidikan naik 25 % dari
tahun sebelumnya.
b. Huruf pertama nama bangsa
Dalam butir 7 dinyatakan, huruf kapital digunakan
sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Contoh, bangsa Indonesia, suku
Sunda, bahasa Inggris.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh : ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh : ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.
c. Nama geografi sebagai nama jenis
Dalam butir 9 ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai
sebagai huruf pertama istilah geografi yang
tidak menjadi unsur nama diri. Contoh, berlayar ke teluk, mandi di kali,
menyebrangi selat, pergi ke arah tenggara, kacang bogor,
salak bali, pisang ambon, pepaya bangkok, nanas subang, tahu sumedang, peuyeum
bandung dan telur brebes.
d. Setiap unsur bentuk ulang sempurna
Dalam butir 11 dinyatakan, huruf kapital dipakai
sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Contoh, Perserikatan Bangsa-Bangsa,
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Yayasan
Ahli-Ahli Bedah Plastik Jawa Barat, Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara.
e. Penulisan kata depan dan kata sambung
Dalam butir 12 dinyatakan, huruf kapital dipakai
sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan
kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Biasanya
dipakai pada penulisan judul cerpen,
novel. Contoh, Harimau Tua dan Ayam Centil, Hari-Hari
Penantian dalam Gua Neraka, Kado untuk Setan, Taksi yang Menghilang.
2. Penulisan Huruf Miring
a.
Penulisan
nama buku
Pada butir 1 pedoman penulisan huruf miring ditegaskan, huruf miring
dalam cetakan dipakai untuk
menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Contoh, Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah
Sunda Mangle, Surat Kabar Bandung Pos.
b.
Penulisan
penegasan kata dan penulisan bahasa asing
Butir 2 pedoman penulisan huruf miring menyatakan, huruf miring dalam
cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Contoh, boat modeling, aeromodeling, motorsport.
c. Penulisan kata ilmiah
Butir 3 pedoman penulisan huruf miring menegaskan, huruf miring dan
cetakan dipakai untuk menuliskan
kata nama ilmiah dan ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Contoh, royal-purple amethyst,
crysacola, turqoisa, rhizopoda, lactobacillus, dsb.
3.
Penulisan
Kata Turunan
a. Gabungan kata dapat awalan akhiran
Butir 3 pedoman kata turunan menegaskan, jika bentuk dasar yang berupa
gabungan kata mendapat awalan dan
akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, bertepuk tangan, garis bawahi,
dilipatgandakan, sebar luaskan.
b. Gabungan kata dalam kombinasi
Butir 4 pedoman penulisan kata turunan menyatakan, jika salah satu
unsur gabungan kata hanya dipakai dalam
kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, antarkota, antarsiswa, antipornografi, antikekerasan,
anti-Amerika, audiovisual, demoralisasi, dwiwarna, dwibahasa, ekasila, ekstrakulikuler,
interkoneksi, intrakampus, multifungsi, pramuwisma, tunakarya, tunarungu, prasejarah, pascapanen,
tridaya, rekondisi.
4.
Penulisan
Gabungan Kata
a. Penulisan gabungan kata istilah khusus
Butir 2 pedoman penulisan gabungan kata mengingatkan, gabungan kata,
termasuk istilah khusus, yang mungkin
menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur
yang bersangkutan. Contoh; alat pandang- dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru,
mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami.
b. Penulisan gabungan kata serangkai
Butir 3 pedoman penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan kata
berikut harus ditulis serangkai.
Contoh, acapkali, adakalanya, akhirulkalam, daripada, darmawisata, belasungkawa, dukacita, kacamata, kasatmata, manakala, manasuka,
matahari, olahraga, padahal,
peribahasa, radioaktif, saptamarga, saripati, sediakala, segitiga, sekalipun, sukacita, sukarela, sukaria, titimangsa.
B.
Penggunaan EYD
yang benar pada partikel, singkatan, akronim, dan angka.
1.
PENULISAN
PARTIKEL
Penulisan partikel -lah, -kah, dan –tah Pedoman EYD menetapkan ketentuan pertama
menyatakan partikel -lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya. Contoh: bacalah, tidurlah, apakah, siapakah, apatah.
a.
Penulisan
partikel pun
Butir 2 tentang penulisan partikel mengingatkan, partikel pun
dituliskan terpisah dari kata yang mendahuluinya.
b. Penulisan partikel per
Butir 3 tentang penulisan partikel menyebutkan,
pertikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari
bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
2. PENULISAN SINGKATAN
Pedoman EYD
menegaskan, singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu
huruf atau lebih. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,
badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal
kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
a. Penulisan singkatan umum tiga huruf
Pedoman EYD
mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti
satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik dengan tegas melarang pemakaian
singkatan umum seperti ini dalam setiap karya jurnalistik seperti tajuk
renacana, pojok, artikel, kolom, surat pembaca, berita, teks foto, feature.
Bahasa jurnalistik juga dengan tegas melarang penggunaan singkatan jenis ini
dalam judul tajuk, artikel, surat pembaca, atau judul-judul berita.
b. Penulisan singkatan mata uang
Pedoman EYD
menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran , takaran, timbangan, dan
mata uang tidak diikuti tanda titik.
3.
PENULISAN
AKRONIM
Menurut Pedoman EYD, akronim ialah singkatan yang berupa
gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Pertama, akronim
nama diri berupa gabunga suku kata. Kedua, akronim yang bukan nama diri
berupa gabungan huruf.
a. Akronim nama diri
Pedoman EYD
menyatakan, akronim nama diri yag berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
b. Akronim bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa
gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Sebagai catatan, Pedoman EYD mengingatkan, jika dianggap perlu
membentuk akronim, maka harus diperhatikan dua syarat
Pertama, jumlah
suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia.
Kedua, akronim
dibentuk yang sesuai dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan
konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim
4.
PENULISAN
ANGKA
Pedoman EYD
menetapkan empat jenis penulisan angka,
Pertama, angka
dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Kedua, angka
digunakan untuk menyatakan :
(1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(2) satuan waktu,
(3) nilai uang, dan
(4) kuanitas.
Ketiga, angka
lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau kamar pada
alamat.
Keempat, angka
digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5.
PENULISAN
LAMBANG BILANGAN
Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam Pedoman EYD,
empat diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang dibolehkan dalam
Pedoman EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam bahsa jurnalistik.
a.
Penulisan
lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD
menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai
secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
b.
Penulisan
lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu,
susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan
satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
c. Penulisan lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian
supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat
sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan
dan kemudahan.
d.
Penulisan
lambang bilangan angka-huruf
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam
teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. (ash3).com
C. Penggunaan Tanda Baca
1.
Tanda Titik (. )
a.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan
pertanyaan atau
seruan.
Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
b. Tanda
titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya: A. S. Kramawijaya
Muh. Yamin
c. Tanda
titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
Misalnya: Bc.
Hk. (Bakalaureat
Hukum)
Dr. (Doktor)
Dr. (Doktor)
2. Tanda Koma ( , )
a. Tanda
koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau
pembilangan.
Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Satu, dua, . . . tiga!
Satu, dua, . . . tiga!
b. Tanda
koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari
kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi dan melainkan.
Misalnya:
Saya
ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3. Tanda
Titik Koma (; )
a. Tanda
titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagianbagian
kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai
juga.
b. Tanda
titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara
di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata
penghubung.
Misalnya:
Ayah mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan
nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan
pendengar.
4. Tanda Titik Dua
( : )
a. Tanda
titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap
bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnva:
Yang kita perlukan sekarang ialah barang yang berikut:
kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni Umum dan Ekonomi Perusahaan.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni Umum dan Ekonomi Perusahaan.
b. Tanda
titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya: a.
Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
b. Tempat
sidang : Ruang 104
Pengantar Acara : Bambang S.
Hari : Senin
Jam : 9.30 pagi
Pengantar Acara : Bambang S.
Hari : Senin
Jam : 9.30 pagi
5. Tanda Hubung ( -
)
a. Tanda hubung menyambung
suku-suku kata dasar yang terpisah oleh
pergantian baris.
Misalnya:
... ada cara ba-ru
juga.
Suku kata yang terdiri atas satu
huruf tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada ujung
baris.
b.
Tanda hubung menyambung awalan
dengan bagian kata di belakangnya, atau akhiran dengan bagian kata di depannya
pada
Misalnya:
.. . cara baru meng-ukur panas.
... cara baru me-ngukur kelapa.
... alat pertahan-an yang baru.
Akhiran -i tidak dipenggal
supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
c. Tanda
hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya: anak-anak
berulang-ulang
dibolak-balikkan
kemerah-merahan
Tanda ulang (2) hanya
digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak
dipakai pada teks karangan.
6. Tanda Pisah ( - )
a. Tanda
pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi
penjelasan
khusus di luar bangun kalimat.
khusus di luar bangun kalimat.
Misalnya: Kemerdekaan
bangsa itu
-saya yakin akan tercapai- diperjuangkan
oleh bangsa itu sendiri.
b. Tanda pisah
menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya: Rangkaian penemuan ini-evolusi, teori
kenisbisan, dan kini juga pembedahan atom- tidak mengubah konsepsi kita
tentang alam semesta.
7.
Tanda
Elipsis ( ... )
a. Tanda
elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.
Misalnya: Kalau begitu ... ya,
marilah kita bergerak.
b. Tanda
elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang
dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
- Tanda Tanya ( ? )
a. Tanda
tanya dipakai pada akhir kalimat tanya
Misalnya: Kapan ia berangkat?
Saudara tahu bukan?
Misalnya: Kapan ia berangkat?
Saudara tahu bukan?
b. Tanda
tanya dipakai di antara tanda kurung untuk menyatakan bagian
kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan
kebenarannya.
Misalnya: la dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?)
hilang.
- Tanda
Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa
emosi yang kuat.
Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar ini sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!
Merdeka!
Bersihkan kamar ini sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!
Merdeka!
- Tanda Kurung (
)
a. Tanda kurung mengapit
tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya: DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah
selesai.
b. Tanda kurung mengapit
keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul
"Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962
c. Tanda kurung mengapit
angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan. Angka atau huruf itu
dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja.
Misalnya: Faktor-faktor produksi menyangkut masalah
berikut:
(a) alam,
(b) tenaga kerja, dan
(c) modal.
(a) alam,
(b) tenaga kerja, dan
(c) modal.
Faktor-faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan
(c) modal.
- Tanda Kurung Siku ([... ])
a. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat
yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat
di dalam naskah asal.
Misalnya: Sang Sapurba men[d] engar bunyi
gemerisik.
b. Tanda kurung siku
mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya: (Perbedaan antara dua macam proses ini [lihat
BabI] tidak dibicarakan.)
12. Tanda
Petik ("... ")
a. Tanda petik mengapit
petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis
lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
Misalnya: "Sudah siap?" tanya Awal.
"Saya belum siap," seru Mira, "tunggu sebentar!"
"Saya belum siap," seru Mira, "tunggu sebentar!"
b. Tanda petik mengapit
judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai
dalam kalimat.
Misalnya: Bacalah "Bola Lampu" dalam buku
Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
13. Tanda
Petik Tunggal ( ' ... ' )
a. Tanda petik tunggal
mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan
lain.
Misalnya: Tanya Basri, "Kaudengar bunyi
'kring-kring' tadi?"
"Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang',
dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
"Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang',
dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
b. Tanda petik tunggal
mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing (Lihat pemakaian
tanada kurung)
Misalnya:
rate of inflation
’laju inflasi’
14. Tanda
Ulang ( ...2 ) (angka 2 biasa)
Tanda ulang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk menyatakan
pengulangan kata dasar.
Misalnya: kata2
lebih2
sekali2
lebih2
sekali2
15. Tanda
Garis Miring ( / )
a. Tanda garis miring
dipakai dalam penomoran kode surat.
Misalnya: No. 7/PK/1973
b. Tanda garis miring
dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor alamat.
Misalnya: mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp 15,00/lembar
Jalan Daksinapati IV/3
harganya Rp 15,00/lembar
Jalan Daksinapati IV/3
16. Tanda
Penyingkat (Apostrof) ( ' )
Tanda apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata.
Misalnya: Ali 'kan
kusurati ('kan = akan) Malam 'lah
tiba ('lah = telah)
Penulisan
Unsur Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai
bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Berdasarkan taraf integrasinya,
unsur pinjamam dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar.
Pertama unsur
pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti
shuttle cock, reshuffle. Unsur-unsur tersebut di pakai dalam konteks bahasa Indonesia
tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yamg penulisan dan
pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini
diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih
dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
BAB III
Kesimpulan
Ejaan
merupakan keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi
ujaran dan bagaimana interrelasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya,
penggabungannya) dalam suatu bahasa. Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu
sistem aturan yang jauh lebih luasdari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan
cara menuliskan bahasa. Ejaan yang disempurnakan bertujuan untuk
dapat berkomunikasi dengan bahasa indonesia yang baik dan benar. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam EYD, seperti :
1. Pemakaian huruf
3. Penulisan kata
4. Pemakaian tanda baca
Daftar Pustaka
http://sridewiayurahayu.blogspot.co.id/2015/03/contohmakalahbahasaindonesiaejaan.html
http://daeyynala.blogspot.co.id/2015/04/makalaheyd.html
http://makalainet.blogspot.co.id/2012/05/makalaheyd.html
http://alfianjaelani.blogspot.co.id/p/makalaheydbahasaindonesia.html
http://sridewiayurahayu.blogspot.co.id/2015/03/contohmakalahbahasaindonesiaejaan.html
http://daeyynala.blogspot.co.id/2015/04/makalaheyd.html
http://makalainet.blogspot.co.id/2012/05/makalaheyd.html
http://alfianjaelani.blogspot.co.id/p/makalaheydbahasaindonesia.html
0 komentar:
Posting Komentar
Sebagai pengunjung yang baik, tolong tinggalkan komentar